Guru Besar Universitas Padjajaran Anggap Pencawapresan Gibran Cacat Legitimasi Karena Manuver Inkonstitusional

2 minutes reading
Friday, 10 Nov 2023 21:08 5 Fathoni PB

Portal Baraya – Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden yang diusung oleh Prabowo Subianto, tengah dihadapkan pada isu legitimasi yang memunculkan keraguan.

Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harjanti, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara 90/PUU-XXI/2023 dianggap cacat legitimasi setelah majelis kehormatan MK memutuskan bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran.

Prof. Susi menyoroti bahwa legitimasi dalam konteks pencalonan harus dilihat dari berbagai perspektif, termasuk aspek politik dan hukum.

Dia mengajukan pertanyaan apakah putusan 90 dapat dijadikan dasar hukum yang memenuhi syarat untuk pencalonan Gibran.

Sejak awal, permohonan uji materi usia Capres-Cawapres sudah menghadapi berbagai masalah, mulai dari hukum acara, legal standing, hingga ketidakmampuan pemohon untuk memiliki legal standing.

Baca Juga: Netralitas Alat Negara dalam Pemilu, Analis Politik: Pencalonan Gibran Pengaruhi Ruh Politik Berkeadilan

Hal ini ditegaskan oleh Hakim Suhartoyo, yang kini menjadi Ketua MK.

Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA), Herry Mendrofa, menilai bahwa pasangan calon Prabowo-Gibran dapat membuka pelanggaran lebih lanjut karena proses pencalonannya yang dipenuhi pro-kontra dan pelanggaran etik.

Menurutnya, ada potensi manuver inkonstitusional yang dapat muncul jika legitimasi pemimpin dipertanyakan.

Herry menyatakan keprihatinannya terkait penggunaan otoritas untuk menutupi kesalahan dan kemungkinan timbulnya pelanggaran lebih lanjut.

Dia mengingatkan bahwa pelanggaran etik dan konstitusi dapat mengarah pada masalah yang lebih besar, terutama jika terjadi penggunaan alat negara dalam pemilu.

Meskipun ada kekhawatiran terkait ketidaknetralan aparat penegak hukum dalam Pemilu 2024, Herry menekankan pentingnya menjaga agar upaya-upaya menggerakkan aparat tersebut tidak terjadi.

Isu ini menciptakan keraguan seputar pencalonan Gibran dan menyoroti kompleksitas dalam memahami dampak potensial dari keputusan hukum terhadap proses politik.

LAINNYA