Portal Baraya – Pada kesempatan ini, kami akan membahas dan memberikan kunci jawaban menurut Bikhu Parekh, multikultural adalah kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat yang didasari atas rasa persatuan dengan mengesampingkan perbedaan, seperti perbedaan agama, politik, budaya, etnis dan perbedaan yang lainnya.
Soal yang kami berikan ini umumnya muncul sebagai pertanyaan mahasiswa di bangku kuliah, khususnya yang berada di Fakultas Ilmu Budaya.
Adapun tujuan kami memberikan kunci jawaban menurut Bikhu Parekh, multikultural adalah kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat yang didasari atas rasa persatuan dengan mengesampingkan perbedaan, seperti perbedaan agama, politik, budaya, etnis dan perbedaan yang lainnya adalah untuk referensi mahasiswa dalam menyelesaikan soal hingga bahan diskusi.
Harapannya, kunci jawaban yang kami berikan mampu memberikan wawasan baru dalam upaya mempertajam pengetahuan mahasiswa.
Inilah soal dan kunci jawaban menurut Bikhu Parekh, multikultural adalah kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat yang didasari atas rasa persatuan dengan mengesampingkan perbedaan, seperti perbedaan agama, politik, budaya, etnis dan perbedaan yang lainnya.
SOAL
Menurut Bikhu Parekh, multikultural adalah kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat yang didasari atas rasa persatuan dengan mengesampingkan perbedaan, seperti perbedaan agama, politik, budaya, etnis dan perbedaan yang lainnya.
Namun di indonesia tidak jarang terjadi permasalahan mengenai keberagaman.
Coba paparkan satu kasus baik konflik atau pun kerjasama antar dua kelompok berbeda agama, budaya atau pun etnis yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari dimana Anda tinggal.
Kemudian analisislah kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan multikultural. apa saja yang dapat Anda simpulkan?
Perkuat argumen anda dengan sumber referensi yang valid. Nohon tidak copy paste jawaban dari teman sebelumnya.
Alternatif Kunci Jawaban
Salah satu contoh kasus yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia adalah konflik antara warga Muslim dan Kristen di Ambon.
Konflik ini berawal pada tahun 1999, ketika terjadi bentrokan antara dua kelompok pemuda yang berbeda agama di sebuah terminal bus.
Bentrokan ini kemudian memicu kerusuhan yang meluas dan berlangsung selama beberapa tahun, menelan ribuan korban jiwa dan menghancurkan banyak rumah, gereja, dan masjid.
Konflik ini dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan multikultural, yaitu suatu paradigma yang mengakui dan menghargai keberagaman budaya, agama, etnis, dan identitas lainnya dalam masyarakat.
Dengan pendekatan ini, kita dapat melihat bahwa konflik di Ambon bukan hanya disebabkan oleh perbedaan agama, tetapi juga oleh faktor-faktor lain, seperti politik, ekonomi, sejarah, dan psikologi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konflik ini adalah:
1. Politik
Konflik di Ambon terjadi pada masa transisi dari rezim Orde Baru ke era reformasi, yang menimbulkan ketidakstabilan politik dan kekosongan kekuasaan.
Hal ini dimanfaatkan oleh sejumlah pihak yang ingin memperoleh keuntungan politik atau ekonomi dari konflik, seperti militer, birokrat, elit lokal, dan kelompok separatis.
2. Ekonomi
Konflik di Ambon juga dipicu oleh ketimpangan ekonomi dan persaingan sumber daya antara kelompok-kelompok yang berbeda.
Misalnya, warga Kristen cenderung mendominasi sektor formal, seperti pemerintahan, pendidikan, dan perdagangan, sedangkan warga Muslim lebih banyak bekerja di sektor informal, seperti pertanian, perikanan, dan jasa.
Selain itu, adanya migrasi penduduk dari luar Ambon, terutama dari Sulawesi, juga menimbulkan persaingan dan ketegangan dengan penduduk asli.
Baca Juga: Alternatif Jawaban bagaimana pendapat Anda mengenai keberadaan CT di dalam Kurikulum Merdeka
3. Sejarah
Konflik di Ambon juga dipengaruhi oleh sejarah panjang hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda, yang seringkali penuh dengan trauma dan kekerasan.
Misalnya, pada masa penjajahan Belanda, warga Kristen dianggap sebagai sekutu dan diberi hak istimewa, sedangkan warga Muslim dianggap sebagai musuh dan diperlakukan diskriminatif.
Selain itu, pada masa Orde Baru, warga Muslim seringkali menjadi korban dari kebijakan pembangunan yang merugikan mereka, seperti transmigrasi, pemekaran wilayah, dan penempatan militer.
4. Psikologi
Konflik di Ambon juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis, seperti emosi, persepsi, identitas, dan sikap. Misalnya, adanya rasa ketakutan, marah, benci, dendam, dan curiga antara kelompok-kelompok yang berbeda, yang memicu aksi kekerasan dan pembalasan.
Selain itu, adanya persepsi negatif, stereotip, dan prasangka terhadap kelompok lain, yang menghalangi komunikasi dan kerjasama. Selain itu, adanya identitas yang kuat dan eksklusif, yang membuat kelompok-kelompok tersebut sulit untuk mengakui dan menghormati keberagaman.
Dari analisis di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa konflik di Ambon adalah konflik yang kompleks dan multidimensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara yang sederhana dan sepihak.
Untuk itu, diperlukan suatu solusi yang komprehensif dan inklusif, yang melibatkan semua pihak yang terkait, baik dari tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Solusi tersebut harus berdasarkan pada prinsip-prinsip multikultural, yaitu:
1. Pengakuan
Solusi harus mengakui dan menghargai keberagaman agama, budaya, etnis, dan identitas lainnya yang ada di Ambon, tanpa mendiskriminasi atau mengutamakan salah satu kelompok.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi semua kelompok, seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dan sosial.
2. Dialog
Solusi harus memfasilitasi dialog dan komunikasi antara kelompok-kelompok yang berbeda, untuk membangun kepercayaan, saling pengertian, dan kerjasama.
Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan ruang-ruang yang aman dan netral, seperti forum-forum diskusi, pertemuan-pertemuan sosial, dan kegiatan-kegiatan budaya, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti pemimpin agama, tokoh adat, pemuda, perempuan, dan anak-anak.
3. Rekonsiliasi
Solusi harus mendorong rekonsiliasi dan pemulihan antara kelompok-kelompok yang berbeda, untuk menyembuhkan luka-luka dan trauma-trauma yang ditimbulkan oleh konflik.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bantuan hukum, psikologis, dan sosial bagi korban-korban konflik, serta memberikan kesempatan bagi pelaku-pelaku konflik untuk bertanggung jawab, meminta maaf, dan memperbaiki hubungan.
Demikian alternatif kunci jawaban menurut Bikhu Parekh, multikultural adalah kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat yang didasari atas rasa persatuan dengan mengesampingkan perbedaan, seperti perbedaan agama, politik, budaya, etnis dan perbedaan yang lainnya. Semoga bermanfaat.