Portal Baraya – Sebuah penelitian oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menyoroti peran Presiden Jokowi dalam politik saat ini, menyebutnya luar biasa.
Menurut Dedi, kemampuan Jokowi dalam mengelola situasi untuk mencapai tujuan tertentu cukup hebat, meskipun terkadang dengan cara yang kurang sesuai.
“Dalam posisi yang seharusnya tidak benar, Jokowi pintar membentuk opini pembelaan dan memutar situasi agar terlihat benar,” ujar Dedi pada hari Kamis.
Pengaruh besar Presiden Jokowi bahkan membuat Prabowo, yang seharusnya menjadi sosok ksatria, terlibat dalam tindakan nepotisme. Dedi menyatakan keprihatinannya terhadap fakta ini.
Keangkuhan dan pengabaian aturan hukum oleh orang-orang di sekitar Jokowi terjadi karena mereka mendapatkan dukungan dari Presiden.
Hal ini membuat mereka percaya diri untuk melanggar konstitusi dan etika, tanpa takut konsekuensinya.
Bukan hanya dalam kasus intervensi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Presiden juga membiarkan anak buahnya terlibat dalam kampanye politik, meskipun sebelumnya telah menginstruksikan agar pejabat tetap netral.
“Kehadiran anggota kabinet seperti Raja Juli Antoni, Bahlil Lahadalia, Budi Arie, dan lainnya dalam kampanye Gibran menunjukkan bahwa Presiden sendiri adalah sumber masalah,” tambah Dedi.
Dedi menyoroti keberatannya terhadap kepentingan Presiden yang tampaknya mengatasi segalanya.
Ia menganggap sulit untuk berharap agar Jokowi bersikap negarawan untuk memastikan stabilitas hukum dan politik di Indonesia.
Dedi juga mengkritik sikap Anwar Usman, mantan Ketua MK, yang melawan putusan MK yang mencopotnya dari jabatan.
Menurut Dedi, sikap Anwar Usman yang percaya diri ini muncul karena dukungan dari Jokowi.
Selain itu, Direktur RISE Institute, Anang Zubaidy, menilai pernyataan Anwar Usman merendahkan martabat dan citra dirinya sebagai hakim.
Menurut Anang, pembelaan Anwar tidak sesuai karena pelanggaran etik yang telah terbukti dalam sidang MK.
Anang mengajak untuk tidak memperpanjang masalah ini dan fokus pada pengawasan
Mahkamah Konstitusi agar tetap menjaga martabatnya. Meskipun kecewa dengan putusan MK, Anang mengingatkan pentingnya fokus pada masa depan dan menjaga integritas lembaga tersebut.