Portal Baraya – Pengamat politik dari Indikator Politik, Bawono Kumoro, menyoroti alasan mengapa Erick Thohir bisa dianggap sebagai calon wakil presiden yang paling kuat.
Hal ini berdasarkan pada dua faktor utama yang mendukungnya, yaitu dukungan dari Nahdlatul Ulama (NU) dan popularitasnya dalam dunia sepak bola.
Menurut Bawono, penggemar sepak bola dapat dianggap sebagai ‘Partai Terbesar’ di Indonesia.
Baca Juga: Bukan Sumenep atau Blitar, Ternyata Ini Kabupaten Penghasil Jagung Terbesar di Jawa Timur, Daerahmu?
Kombinasi dari dua faktor ini menjadikan Erick Thohir sebagai calon wakil presiden dengan elektabilitas tertinggi di Jawa Timur maupun di tingkat nasional.
Bawono menjelaskan bahwa elektabilitas Erick Thohir mulai meningkat ketika dia menjadi ketua umum PSSI.
Prestasi yang berhasil diraih PSSI di bawah kepemimpinan Erick, seperti meraih juara di SEA Games, mendatangkan Timnas Argentina, masuk final Piala Asia Timnas U23, dan pencapaian lainnya, membuatnya semakin dikenal dan diapresiasi oleh publik.
Terbaru, Indonesia juga menjadi tuan rumah Piala Dunia U17.
Dengan catatan prestasi yang positif ini, Bawono melanjutkan bahwa publik memberikan apresiasi dengan mendukung Erick Thohir dalam Pilpres 2024.
Elektabilitasnya yang terus meningkat membuatnya mendapatkan dukungan yang kuat untuk menjadi cawapres.
Kontribusi besar dalam tingginya elektabilitas Erick Thohir juga datang dari dukungan yang diberikan oleh kalangan Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur.
Keterlibatan Erick Thohir dalam organisasi NU, seperti menjadi ketua panitia HUT Nahdlatul Ulama dan anggota Dewan Kehormatan Banser NU, menjadikannya memiliki basis yang kuat di sana.
Melalui kombinasi dukungan dari NU dan elektabilitasnya dalam sepak bola, Erick Thohir berhasil mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk dari santri dan non-santri.
Bawono menekankan bahwa meskipun NU memiliki pengaruh besar, warga NU tidak selalu memiliki pandangan politik yang seragam.
Sebagai contoh, dalam pemilihan sebelumnya, PDIP berhasil memenangkan suara warga NU, meskipun PKB juga memiliki basis yang kuat di sana.
Demikian pula dalam pemilihan figur politik, pilihan warga NU tidak selalu bergantung pada faktor keagamaan, seperti yang terlihat dalam pemilihan Muhaimin Iskandar sebagai salah satu kandidat, meskipun dia lebih dikenal sebagai sosok yang dekat dengan kalangan santri.