Portalbaraya.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi bahwa jumlah kasus sifilis, yang juga dikenal sebagai penyakit raja singa, di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.
Dibandingkan dengan sebelumnya, kasus penularan sifilis tahun 2023 mengalami peningkatan.
Menurut informasi yang diambil dari akun Instagram Kemenkes, pada tahun 2018 terdapat 12.484 kasus sifilis yang tercatat.
Jumlah ini terus meningkat menjadi 20.783 kasus pada tahun 2022.
Terjadi peningkatan kasus sebanyak rata-rata 17-20 ribu kasus setiap tahun, dari 12 ribu menjadi hampir 21 ribu kasus.
Dr. Muhammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, menyatakan bahwa kelompok yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah ibu rumah tangga dan anak-anak.
Sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anak yang belum lahir.
Syahril menjelaskan bahwa sifilis, atau penyakit raja singa, adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri bernama Treponema pallidum.
Baca Juga: Inilah 3 Bahan Alami Untuk Mengobati Penyakit Asam Lambung agar Cepat Sembuh
Gejala sifilis meliputi adanya luka yang tidak menimbulkan rasa sakit pada alat kelamin, rektum, atau mulut.
Namun, kondisi ini dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak kulit atau selaput lendir dari luka tersebut.
Setelah terinfeksi pada awalnya, bakteri sifilis dapat tetap tidak aktif dalam tubuh selama beberapa dekade sebelum kembali aktif.
Jika didiagnosis dengan cepat, penyakit ini dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik.
Tanpa pengobatan, sifilis atau penyakit raja singa ini dapat merusak jantung, otak, organ lainnya, dan berpotensi mengancam jiwa.
Penyebaran sifilis umumnya terjadi melalui kontak dengan luka pada orang yang terinfeksi selama aktivitas seksual.
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui luka kecil atau lecet pada kulit atau selaput lendir.
Sifilis dapat menular selama tahap primer dan sekunder, dan kadang-kadang pada awal periode laten.
Dalam kasus yang jarang terjadi, kondisi ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan lesi aktif, seperti saat berciuman.
Selain itu, sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke bayi selama kehamilan atau persalinan.
Untuk mengurangi jumlah penderita, diperlukan serangkaian skrining dan pengobatan penyakit sifilis.
Berikut ini adalah ringkasan mengenai pengobatan penyakit sifilis serta penyebab dan gejalanya:
Pengobatan untuk sifilis primer dan sekunder melibatkan penggunaan penisilin yang diberikan melalui suntikan.
Jika seseorang alergi terhadap penisilin, dokter dapat menggunakan alternatif pengobatan seperti doksisiklin atau seftriakson.
Bagi pasien dengan neurosifilis, pengobatan yang diberikan biasanya berupa suntikan penisilin intravena setiap hari.
Biasanya, pengobatan ini memerlukan rawat inap singkat di rumah sakit.
Namun, perlu diingat bahwa kerusakan yang disebabkan oleh sifilis lanjut tidak dapat sepenuhnya pulih.
Pengobatan lebih berfokus pada mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dialami pasien.
Selama menjalani pengobatan, penting untuk menghindari kontak seksual sampai semua luka di tubuh sembuh sepenuhnya dan dokter menyatakan bahwa aman untuk melanjutkan aktivitas seksual.
Sifilis dapat menimbulkan gejala seperti demam, sensasi panas dingin, ruam kulit, mual, muntah, sakit kepala, nyeri sendi, atau nyeri otot.
Kurang dari 30 persen pasien dengan sifilis primer atau sekunder mengalami efek samping jangka pendek yang dikenal sebagai Reaksi Jarisch-Herxheimer (JHR) setelah memulai pengobatan.
JHR adalah respons sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan gejala sementara, mulai dari ringan hingga parah.
Gejala JHR umumnya akan hilang dalam beberapa jam.
Sifilis disebabkan oleh bakteri spiral yang disebut Treponema pallidum.
Bakteri ini dapat memasuki tubuh melalui luka kecil, lecet, atau ruam pada kulit, serta melalui selaput lendir seperti di dalam mulut atau kelamin.
Sifilis umumnya ditularkan melalui hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi.
Selain itu, penularan juga dapat terjadi melalui kontak fisik dengan luka pada tubuh penderita atau dapat ditularkan dari ibu kepada janin selama kehamilan atau persalinan.
Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang terinfeksi sifilis, antara lain sering berganti pasangan seksual, berhubungan seks tanpa menggunakan kondom, memiliki pasangan seksual yang terinfeksi sifilis, memiliki orientasi seksual sebagai pria yang berhubungan seks dengan pria, dan terinfeksi virus HIV.