Jadi Ikon Google Doodle Hari ini 16 November 2022, Angklung Berasal Dari Mana?
Portalbaraya.com – Angklung menjadi ikon atau gambar Google Doodle hari ini (16/11/2022) saat pengunjung membuka laman beranda Google.
Ini merupakan bentuk Perayaan Hari Angklung Sedunia yang telah ditetapkan oleh UNESCO setiap tanggal 16 November.
Seperti yang kita tahu, Angklung merupakan alat musik tradisional asal Indonesia yang berupa tabung bambu dengan suara atau nada khas saat dipukul. Jenis alat musik ini banyak berkembang di Jawa Barat atau Dataran Sunda.
Pertanyaannya, Angklung berasal dari mana? Untuk menjawabnya, simak penjelasan berikut.
Baca Juga: Google Doodle Rayakan Hari Angklung Sedunia 16 November, Berikut Sejarah dan Maknanya!
Asal Muasal Alat Musik Tradisional Angklung di Indonesia
Melansir dari laman kemdikbud.go.id, kata ‘Angklung’ berasal dari bahasa Sunda yakni angkleung-angkleungan yang merupakan gambaran dari gerakan para pemain alat musik yang menghasilkan suara klung.
Kemudian secara etimologis, angklung berasal dari kata ‘angka’ (nada) dan ‘lung’ (pecah). Jadi angklung berarti nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap.
Alat musik tradisional Angklung berasal dari 2 batang bambu atau lebih yang memiliki beragam ukuran tergantung tinggi rendahnya nada yang ingin dihasilkan.
Menurut Dr. Groneman, alat musik Angklung sudah ada di Nusantara jauh sebelum era agama Hindu.
Hal ini juga dikemukakan oleh Jaap Kunst dalam buku berjudul Music in Java, disebutkan bahwa Angklung tidak hanya ditemukan di Jawa Barat namun juga di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Kalimantan dan Sumatera Selatan.Namun hingga sekarang, Angklung dikenal sebagai alat musik tradisional dari Jawa Barat atau Tanah Sunda.
Baca Juga: Kunci Jawaban PJOK Kelas 9 Halaman 146-147 Bagian Bab 5 Tugas Individu
Pada abad ke 12 hingga abad 16, permainan Angklung telah dikenal dan menjadi bentuk pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai perlambangan dewi kesuburan atau dewi padi (Dewi Sri).
Dalam perkembangannya, terdapat 2 tokoh yang turut serta memperkenalkan Angklung di Jawa Barat, yakni Daeng Soetigna dan Udjo Ngalagena.
Di tahun 1938, Daeng Soetikna sebagai Bapak Angklung Diatonis Kromatis menciptakan Angklung dengan tangga nada diatonis. Inovasi tersebut membuat tangga nada Angklung semakin unik dan berbeda dibandingkan angklung pada umumnya.
Hal tersebut membuat alat musik Angklung lebih dapat dimainkan secara leluasa di berbagai acara dalam bentuk orkestra.
Sejak saat itu, alat musik Angklung menjadi semakin populer hingga dikenal dunia. Kemudian melalui UNESCO, pada bulan November 2022, akhirnya Angklung ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia yang harus dilestarikan.
Pada tanggal 16 November ditentukan sebagai Hari Angklung Sedunia yang dirayakan hingga sekarang.
